Nasional

PEPESAN KOSONG ‘KONTRAK POLITIK’ TAMBANG EMAS JEMBER

foto berita

Dr. Aries Harianto, S.H.,M.H.,C.Med*)



Untuk menggali dukungan, paslon petahana melakukan kontrak politik dengan masyarakat Silo. Isinya menolak segala bentuk eksplorasi tambang. Dilakukan guna memenuhi aspirasi masyarakat. Dengan harapan menciptakan ketenangan masyarakat setempat dari  potensi kerusakan lingkungan. Demikian substansi berita yang selama ini dilansir media. Positif sebagai wujud sensitifitas paslon terhadap konstituten menyangkut ekologi.

 

Namun ternyata secara normatif berdasarkan fakta hukum yang ada, bukan kontrak sebagaimana kelajiman dalam hukum perdata. Penolakan paslon petahana terhadap tambang emas dilakukan sepihak. Keduanya sebatas menandatangani komitmen tertulis untuk menolak tambang emas. Dengan demikian  komitmen paslon Hendy – Gus Firjaun  tidak tunduk pada hukum perjanjian yang mengatur perihal kontrak. Karenanya tidak bisa disebut sebagai kontrak politik mengingat keberadaan produk yang ditandatangani tidak terpenuhi syarat hukum. Betapa tidak. Cermati salinan dokumen dari fakta hukum yang telah ditanda-tangani berikut ini :

 

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda-tangan di bawah ini

1.            Nama           : H. Hendy Siswanto

Sebagai         : Calon Bupati Jember  2024 -2029

2.       Nama           : Gus Firjaun Barlaman

          Sebagai         : Calon Wakil Bupati Jember  2024 -2029

 

Menyatakan dengan sebenarnya di hadapan masyarakat Silo, khususnya masyarakat Desa Pace, bahwa apabila kami ditakdirkan oleh Allah SWT terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Jember Periode 2024 – 2029, kami akan menolak  segala bentuk pertambangan di wilayah Kecamatan Silo baik secara manual maupun secara teknologi modern.

 

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan hati nurani tanpa ada tekanan atau paksaan dari siapapun dan pihak manapun. Kemudian apabila surat pernyataan ini kami khianati, kami siap bertanggung jawab di hadapan masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku.

 

Demikian. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Ditandatangani oleh Paslon Petahana pada 30 september 2024 di Desa Pace berikut tiga orang saksi dari masyarakat setempat.

 

Berdasarkan fakta hukum di atas dapat dipahami bahwa tidak ada para pihak dalam produk pernyataan. Hanya paslon yang menuangkan tanda-tangannya. Sementara tiga orang lainnya sebagai representasi masyarakat memberikan tanda-tangannya sebagai saksi. Pengertian saksi adalah orang yang ikut menyaksikan. Tidak mengemban hak dan kewajiban karena statusnya bukan pihak dalam kontraktual. Bukan prinsipal dalam posisi yang seimbang untuk bersepakat. Mereka adalah KH. Ahmad Jauhari, KH Farid Mujib, dan KH. Umar Abdillah. Mengingat ketiganya bukan pihak prinsipal kontraktual, maka Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sah perjanjian tidak terpenuhi. Jelas bahwa perbuatan hukum paslon petahana tersebut adalah Pernyataan. Bukan kesepakatan yang dituangkan dalam Kontraktual (Perjanjian). Bahkan judul perbuatan hukumnya jelas, tertulis Pernyataan. Sementara perjanjian atau kontrak politik merupakan kesepakatan dua pihak antara paslon dengan konstituen.

 

Pernyataan sebagai komitmen politik petahana dimaksud populis disebut janji politik paslon. Janji dalam konsep hukum berbeda dengan perjanjian. Janji politik tidak sama dengan perjanjian atau kontrak politik. Janji politik merupakan komitmen sepihak yang dideklarasikan. Tidak mengikat. Bersifat moralitas. Sanksinya distrust. Berupa cemooh dan hilang kepercayaan terhadap pelanggar yang telah berjanji. Tidak ada sanksi hukum. Apalagi dalam narasi komitmen yang telah ditanda-tangani itu tidak ada satupun klausul konsekuensi sanksi. Narasinya sebatas itikad baik. Didokumentasikan dalam prosesi di tengah khalayak.

Sekali lagi,  pernyataan itu tidak mengikat paslon petahana manakala inkonsistensi terjadi. Frase…’ siap bertanggung jawab di hadapan masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku’, adalah narasi samar karena bentuk tanggungjawab yang dikedepankan tidak memiliki rumusan yang jelas, tidak konkrit dan tidak berkepastian. Apalagi pertanggungjawaban itu hendak dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan mana yang dimaksudkan ? Subhat. Sedangkan perjanjian menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya sepanjang tidak bertentangan dengan aturan, kesusilaan dan ketertiban umum.

 

Janji politik petahana di Desa Pace Kecamatan Silo soal tambang emas secara hukum sudah tidak memiliki urgensi lagi. Hal ini dikuatkan dengan legitimasi berdasarkan Keputusan Hukum. Sebelumnya Pemerintah dan DPRD Jember bersama masyarakat Jember menolak tegas keberadaan tambang emas di Blok Silo terkait dengan keluarnya Kepmen ESDM Nomor 1802 K/30/MEM/2018, dimana pada Lampiran IV disebutkan tentang wilayah izin usaha pertambagan khusus Blok Silo Kabupaten Jember untuk mineral jenis emas.

Kini, Kepmen ESDM Nomor 1802 K/30/MEM/2018 telah dicabut melalui Kepmen ESDM No. 23 K/MEM/2019. Pencabutan tersebut sebagai konsekuensi dari hasil sidang mediasi atas gugatan Pemkab Jember terhadap terbitnya Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018. sebagai pelaksanaan atas hasil penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur non-litigasi dengan nomor register 31/NL/2018 di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan ketentuan hukum di atas maka tanpa penolakan petahana dalam janji politik itu, Silo bukan lagi wilayah eksplorasi tambang emas. Janji politik petahana bersifat redundancy hukum yang keberadaannya sama dengan ketidakberadaannya. Sementara Kepmen ESDM No. 23 K/MEM/2019 bersifat imperatif. Suka atau tidak, telah menjadi fakta hukum dan memiliki akibat hukum tanpa intervensi siapapun. Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Janji Politik petahana untuk menolak tambang hanyalah pepesan kosong yang digunakan untuk menabur harapan yang sebenarnya harapan masyarakat Silo telah terpenuhi.

Di sinilah  pentingnya advokasi sebagai pendampingan terhadap masyarakat agar tidak terjerembap dengan janji politik yang menyesatkan. Otonomi Daerah tidak bersifat State yang terpisah secara absolut dengan kebijakan pemerintah pusat. Artinya, bisa saja atas pertimbangan tertentu keputusan hukum yang mensterilkan Jember sebagai area tambang emas dicabut kembali yang pada gilirannya  melibas janji politik paslon petahana. Jangan lupa, Indonesia menganut supremasi hukum, bukan supremasi politik. Ingat UUD Negara RI Tahun 1945 – Pasal 33 ayat (3).

*)       Penulis adalah kolumnis, akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember, Ketua Dewan Pakar ICMI Jember dan Mediator Berlisensi Mahkamah Agung

 



Scroll to Top